Anak usia prasekolah yang melakukan Gerakan Tutup Kuping (GTK), sebenarnya wajar karena anak usia ini masih egosentris. Misal, saat anak asyik dengan mainan baru, Anda menyuruhnya mandi, dia tidak mau mendengarkan. Jika hal ini hanya terjadi sesekali, itu masih dianggap wajar. Kala itu ia hanya memikirkan kesenangannya sendiri (egosentris) dan sedang euforia dengan mainan baru.
Akan tetapi, bila perilaku kuping itu berlangsung terus menerus, tentu perlu diwaspadai dan ditindaklanjuti. Anak selalu tak acuh saat orangtuanya memintanya untuk tidak berkelahi dengan adik. Anak selalu tak menghiraukan orangtuanya saat diminta berhenti menonton televisi, bahkan ia malah menangis atau tantrum.
Menurut Ine Indriani Aditya, MPsi, psikolog anak dari SATU Consulting ada beberapa kemungkinan penyebab perilaku seperti ini pada anak prasekolah.
1. Bentuk protes terhadap hal yang tak disukainya.
Umpama, anak kesal karena orangtuanya sering tidak menepati janji bermain bersama. Sebagai balasan, ia protes melakukan tindakan pasif-agresif dengan tidak mau mendengarkan orangtuanya. Apa pun yang orangtua perintahkan anak tidak menuruti.
2. Sebagai cara mencari perhatian atau sebagai bentuk kekecewaan.
Karena orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan di kantor, dan tidak ada waktu bermain bersama, si kecil mencari perhatian dengan cara menutup kuping. Bila anak tidak mau mendengarkan, tentu orangtua akan terus menerus berfokus pada diri anak dengan tujuan membujuk terus si anak untuk mendengarkannya. Tujuan si anak pun tercapai, yaitu dirinya mendapatkan perhatian orangtuanya.
3. Orangtua tidak konsisten.
Aturan yang tidak konsiten membuat anak abai terhadap apa yang dikatakan orangtua. Misal, orangtua membuat aturan tentang jam menonton televisi, tetapi aturan tersebut terkadang dijalankan, terkadang tidak. Ujung-ujungnya membuat anak bingung, apakah orangtua benar-benar menerapkan peraturan ini atau tidak. Tak heran, ketika orangtua melarang anak, untuk tidak menonton televisi, anak pun mengabaikannya padahal ia tahu orangtuanya bisa saja berubah pikiran dan memperbolehkan untuk menonton.
4. Orangtua tidak suka mendengarkan anak dan bicara searah.
Ada orangtua yang sering berbicara atau menegur, menyuruh hingga harus berkali-kali bahkan berteriak meminta anak untuk mendengar atau menurutinya. Di sisi lain, anak bolak-balik mengeluh atau membutuhkan sesuatu, tetapi tidak pernah didengar/ditanggapi orangtua. Kasus seperti ini banyak terjadi. Jadi, bagaimana mungkin anak mau mendengarkan orangtua dengan baik, sementara orangtua tidak memberikan contoh konkret tentang bagaimana menjadi pendengar yang baik?
Ingat, anak cenderung meniru perilaku orangtua. Bila orangtua mampu menjadi pendengar yang baik, selalu bersedia menerima keluh kesah anak, tanpa disuruh, ia akan cenderung meniru perilaku orangtua, yaitu sigap mendengarkan orangtua dan orang lain. Sebaliknya, bila orangtua tidak pernah mendengarkan anak, tak berempati terhadap perasaan anak, dan berbicara satu arah tanpa diskusi, maka tak perlu heran jika anak menjadi pengikut GTK.
5. Orangtua terlalu memanjakan atau "mengiyakan" semua keinginan anak.
Jangan salah, mengiyakan semua permintaan anak juga membuat si anak menjadi pribadi egois yang tidak mau mendengarkan perintah atau aturan, terutama terkait dengan hal-hal yang tak mau ia lakukan. Karena terbiasa semua keinginan dituruti, apa yang diminta/disuruh/dilarang orangtua, akan diabaikan oleh anak. Karena ia berpikiran, "Bila aku tidak mengerjakan atau mengikuti keinginan Ayah Ibu, aku oke oke saja tuh."
6. Anak memiliki masalah emosional atau stres.
Ketika anak memiliki masalah dan emosi yang tidak stabil, ia berperilaku negatif. Salah satunya tidak mau mendengarkan orangtua atau guru. Bisa juga karena tuntutan orangtua yang terlalu besar. Misalnya, di usia prasekolah, anak sudah diikutkan oleh berbagai les. Ini membuat anak kelelahan dan akhirnya menolak semua yang disarankan/dinasehati orangtuanya, karena menganggap orangtuanya telah membuatnya lelah.