Jakarta (ANTARA) Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Amidhan, mengatakan jika sudah teruji maka umat Islam diperbolehkan memilih pemimpin nonmuslim.
"Jika memang sudah teruji adil, maka boleh memilih pemimpin yang nonmuslim," ujar Amidhan di Jakarta, Selasa.
Hal itu, kata dia, kalau umat Muslim dihadapkan dua pilihan yakni satu pemimpin Muslim tapi zalim, dan satu lagi pemimpin nonmuslim tapi adil. Maka pilih yang adil.
"Itu kalau ada bukti-buktinya kalau pemimpin nonmuslim itu adil," tegas dia.
Namun, lanjut dia, jika itu baru pada tahap memilih maka pilihlah pemimpin yang Muslim. Hal ini sesuai dengan surat Al Maidah ayat 51, dimana dalam ayat tersebut umat Muslim diserukan untuk tidak memilih pemimpin selain yang beragama Islam.
"Kalau menurut saya, itu biasa terjadi. Misalnya Yahudi pilih pemimpin Yahudi, begitu juga umat Kristiani pilih pemimpin Kristen," tambah dia.
Amidhan juga menilai apa yang dilakukan oleh Rhoma Irama dalam ceramah agamanya beberapa waktu lalu, bukan sesuatu yang sifatnya SARA.
"Lihat dulu konteksnya. Rhoma Irama itu bicara di Masjid, waktunya Ramadhan dan jamaahnya umat Islam, jadi sah-sah saja," kata Amidhan.
Meskipun demikian, Amidhan menyerukan agar pihak-pihak yang berkompetisi pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua untuk bersaing secara sehat dan tidak berkampanye dengan membawa unsur SARA.
"Indonesia itu negara demokrasi, bukan negara Islam."
Menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang diselenggarakan 20 September tersebut, politisasi agama semakin sering digunakan. Pada Senin (6/8) penyanyi dangdut, Rhoma Irama, dipanggil Panwaslu terkait ceramah agama yang dinilai bermuatan SARA di Mesjid Al Isra Tanjung Duren, Jakarta Barat, pada Sabtu (28/7).(rr)
Sumber