- Pakpak Dairi
- Karo
- Simalungun
Toba- Angkola/Sipirok
- Mandailing
Suku batak adalah termasuk suku Batak Melayu yang berdasarkan teori umum berasal dari Hindia Belakang menyebar ke Nusantara satu rumpun dengan Suku Gayo, Alas, Suku Komering, Suku Lampung, Suku Bugis, dan Suku Batac di Philipina dari rumpun Bontok.
Berdasarkan Buku DALIHAN NATOLU NILAI BUDAYA SUKU BATAK, karangan Drs.DJ. Gultom Rajamarpodang, bahwa dikatakan Suku Batak tersebut berasal dari Timur Tengah yang hijrah ke arah Timur melalui Selatan Persia dan Sempat mendirikan Kerajaan Bhadaga di India Selatan. Karena serbuan Bangsa Arya dari Utara Suku Batak itu meninggalkan
India Selatan dan ke arah Barat sampai di Madagaskar dan ke arah Timur memasuki Hidia Belakang dan ada pula
yang sampai di Pulau Morsa, mendirikan Kerajaan Bhataka, sepanjang Pulau Sumatera, yang lainnya menyusur ke Utara dan menjadi Suku Bugis dan Batac di Philipina.
Suku Batak artinya suku murni
atau Suku Asli, telah menganut kepercayaan berKetuhanan Yang Maha Esa yaitu Debata Mulajadi Nabolon dengan wujud pancaran kuasanya Debata Na Tolu yaitu :
Debata Batara Guru
Debata Sorisohaliapan
Debata Balabulan
Merupakan hahomion, habonaran dan hagogoan dari Mulajadi Nabolon.
Berdasarkan Mithologi Siboru Deakparujar sejak perpindahan rumpun Suku Batak ini dari Timur Tengah, sejak Siraja Ihat Manisia sampai dengan Raja Sumahang Doha telah mencapai 87 pemerintahan dimana terakhir ini di taklukkan Rayendra Cola III dari India Selatan tahun 1029. Raja dengan kedua putranya beserta keluarga mengundurkan diri dari pedalam ke
Pusuk Buhit di tepi Danau Toba dan menamakan dirinya si Raja Batak serta mengclaim Harajaon Batak lanjutan Kerajaan Haru yang maritim. Inilah permulaan dynasti ke IV dengan nama Raja Buhit Lingga.
Siraja Batak berputera 2 orang yaitu Tateabulan dan Sumba. Tateabulan berputera 5 orang putera dan 4 orang puteri, sedangkan Sumba berputera 3 orang salah satunya adalah Tuan Sorimangaraja yang kawin dengan Siboru Biding Laut dan Siboru Anting Sabungan putri Tateabulan.
Sariburaja putra Tateabulan menimbulkan permasalahan dikalangan keluarga dengan mengawini saudaranya sendiri yaitu Siboru Pareme. Sariburaja dan siboru Pareme melarikan diri dan dari perkawinan mereka lahir Siraja Lontung. Saribu Raja tidak sempat bertemu lagi dengan Siboru Pareme, pergi mengembara dan kawin kembali. Dari perkawinan Sariburaja yang kedua ini melahirkan Siraja Borbor.
Pada mulanya tidak ada masalah antara Siraja Lontung dengan siraja Borbor. Setelah Siraja Borbor mengetahui masalah keluarga dan Siraja Lontung mengawini ibunya sendiri Siboru Pareme, maka Siraja Borbor
memihak Limbong Maulana, Sagala Raja dan Malau Raja yang disebut Borbor Marsada bersama sama hendak menyingkirkan Siraja Lontung. Dalam perselisihan itu Tuan Sorimangaraja termasuk keluarga Tateabulan berusaha mendamaikannya.
SOPO GURU TATEA BULAN KEC. SIANJUR MULA-MULA
Hasil pemufakatan untuk menyelesaikan masalah keluarga Tateabulan yang didasarkan pada kepercayaan Debata Na Tolu, akhirnya Dalihan Natolu (Terjemahan : Tiga Tungku) itu menjadi ide vital menjadi sumber perilaku Batak Toba, baik dalam kehidupan spiritual maupun duniawi. Sekaligus merupakan prwujudtan moral masyarakat Batak Toba yaitu, manat mardongan tubu, somba marhula hula dan elek marboru (Terjemahan : Hati-hati Dengan Sesama, Sopan/hormat kepada Pihak Mertua/Istri , dan Membujuk/Mengayomi Wanita/Perempuan)
sumber artikel : Asal Usul Suku Batak